.::Wilujeung Sumping di Website Agus Muhar::.

Semoga site gratisan ini bukan hanya menambah literatur-literatur dalam dunia kepenulisan, tetapi juga lebih khusus untuk menambah khazanah keilmuan keislaman, karena di masa kebangkitan seperti sekarang ini (menurut sejarah islam) yang sebelumnya Islam di Andalusia (Spanyol) begitu kuat dan hebatnya, harus tunduk dan hancur oleh kaum Hulagu dari bangsa Bar-Bar, oleh karena itu kita pun di harapkan untuk selalu berkarya, baik melalui dunia kepenulisan, dunia jurnalistik maupun yang lainnya, karena memang tidak bisa kita pungkiri bahwa Islam khususnya yang ada di Indonesia ini sangat butuh dengan orang-orang yang profisional dalam bidangnya masing-masing.

Nah...site ini pun tampil untuk menunjukkan bahwa kami ingin menambah khazanah keislaman dalam berkarya, walaupun hanya sebutir debu di padang pasir, tetapi akan sangat bermakna jika kita mendalaminya, Amin

Sabtu, 26 Juni 2010

PERANAN PENEGAK HUKUM PADA PENANGGULANGAN PEMBAJAKAN HAK CIPTA DALAM BENTUK KASET REKAMAN / CD

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Negara Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki keanekaragaman seni dan budaya yang sangat kaya, hal itu sejalan dengan keanekaragaman etniks, suku, dan agama yang secara keseluruhan merupakan potensi nasional yang perlu dilindungi. Kekayaan itu tidak semata-mata untuk seni dan budaya itu sendiri, tetapi dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kemampuan dibidang perdagangan dan industri yang melibatkan para penciptanya. Dengan demikian kekayaan seni dan budaya yang dilindungi itu dapat meningkatkan kesejahteraan bagi para penciptanya saja dan juga terhadap bangsa dan negara.
Meningkatkan kesejahteraan dalam konteks ini banyak pihak-pihak tertentu( pembajak) yang telah memanfaatkannya untuk mencari keuntungan sendiri. Akibatnya karya cipta telah dirugikan, kesadaran ini tentunya kurang menguntungkan jika dibiarkan berlarut-larut, baik bagi penciptanya maupun bagi kegairahan para penciptanya. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya kasus tindak pidana pelanggaran hak cipta yang sangat merugikan penciptanya dan sangat merugikan negara. Untuk itu perlu adanya aturan yang jelas, sehingga terciptanya keseimbangan dan pembatasan terhadap para pengahasil karya cipta.
Hak cipta adalah merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaanya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, sebab hak yang bersifat pribadi tersebut harus dihormati oleh siapapun tanpa pengecualian, walaupun hak tersebut beralih kepada pihak lain senantiasa haurs melalui prosedur hukum yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan, sehingga satu sama lain tidak mencurigai dan tidak saling dicurigakan.
Munculnya tindak pidana pelanggaran hak cipta dengan berbagai bentuk dan jenisnya, adalah sikap yang tidak menghargai hasil karya orang lain dan bahkan mereka
para pelaku tindak pidana hak cipta cenderung memanfaatkan hasil ciptaanya yang dilindungi oleh undang-undang hak cipta hanya semata-mata mencari keuntungan pribadi. Sehubungan dengan hal tersebut, maka untuk menanggulangi terjadinya suatu tindak pidana pelanggaran hak cipta. Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan dan memberlakukan undang-undang yakni Undang-undang No. 19 Tahun 2002 tentang hak cipta. Undang-undang ini merupakan perubahan dari Undang-undang No. 12 Tahun 1997 tentang hak cipta.
Walaupun perubahan ini telah memuat beberapa penyesuaian pasal, namun tindak pidana pelanggaran hak cipta semakin meningkat saja. Hal ini dapat dilihat di kota-kota besar di seluruh Indonesia yang mana tindak pidana pelanggaran hak cipta yaitu berupa pembajakan kaset, CD, maupun VCD yang dilakukan dengan cara yang cukup canggih dengan mengunakan perangkat rekaman. Tindak pidana pelanggaran hak cipta pada akhir-akhir ini semakin meningkat saja, yaitu dengan semakin mekarnya dan ramainya pembajakan karya cipta lewat kaset rekaman / CD maupun VCD, membuat para musisi seperti ; pencipta lagu, pemusik ataupun para artis penyanyi menjadi tidak bersemangat untuk berkarya. Masih terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan perlindungan bagi karya-karya intelektual di bidang hak cipta, termasuk upaya untuk memajukan perkembangan karya intelektual yang berasal dari keanekaragaman seni dan budaya tersebut. Dalam perkembagan dunia pengetahuan dan teknologi telah memugkinkan para pelaku tindak pidana hak cipta, khususnya dibidang rekaman baik kaset biasa maupun kaset CD. Bentuk pembajakan hak cipta yang paling umum adalah penggadaan dengan cara merekam dari bentuk yang asli, pembajakan terhadap kaset CD dan kaset biasa semakin ramai dibicarakan. Disatu pihak pembajak dengan beraninya terus menerus melakukan pembajakan, sedangkan dilain pihak konsumen dengan giatnya mencari kaset bajakan.
Sehunbungan hal tersebut diatas, menurut Auteurwet 1912 (Stb, No. 600. Undang-undang No. 23 Tahun 1912) Pasal 1 menyatakan “Hak cipta adalah hak tunggal dari penciptanya atau hak daripada yang mendapat hak tersebut atau hasil ciptaanya dalam lapangan kesusasteraan, pengetahuan, kesenian, untuk mengumumkan dan memperbanyaknya dengan mengingat pembatasan-pembatasan yang ditentukan undang-undang (KUHPer Pasal 570) . Sedangkan pengertian hak cipta yang memuat dalam
Auteurswet 1912 yang hanya isinya merupakan pengambilalihan langsung dari konvensi Bern, sebenarnya mempunyai beberapa alasan, diantaranya yang penting dalam Undang-undang No. 6 Tahun 1982 tentang hak cipta LN no 15 sebagai pengganti Auteruswet 1912 yang memberikan arti lebih luas dari istilah Auteurswet, karena Pasal 2 dari undang-undang No.6 Tahun 1982 menyatakan “hak cipta adalah kasus bagi pencipta maupun memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku .
Subjek dan objek pidana hak cipta adalah manusia dan delik mempunyai melarang atau mengaharuskan sesuatu tertentu dengan ancaman pidana pada barang siapa yang melakukan tindak pidana hak cipta suatu kepentingan hukum atau yang membahayakan suatu kepentingan hukum (rechtsbelang atau rechtsgoed). Apapun yang dinyatakan kepentingan hukum dan individu selalu berubah menurut waktu dan keadaan yang selaras dengan kesadaran hukum didalamnya, kepentingan hukum yang dilindungi, maka yang dapat menadi subjek delik pada umumnya adalah manusia.
Sedangkan objek tindak pidana hak cipta adalah dinyatakan di dalam Pasal 11 Undang-undang No. 12 Tahun 1997 tentang hak cipta antara lain; buku, program komputer, pamflet, susunan perwajahan, karya tulis yang diterbitkan dan semua karya tulis lainnya, ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lainnya yang diwujudkan dengan cara diucapkan, alat peragayang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan, lagu, atau alat musik dengan tanpa teks, termasuk kerawitan, dan rekaman suara drama dan tari (kogeografi), perwayangan, pantomin, karya pertunjukan, karya sastra, seni rupa, seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahal, seni patung, kolase, seni terapan, yang berupa seni kerajinan tangan, Arsitektur, peta, seni baik fotografi, senimatografi, terjemahan tafsir, saduran, bunga rampai dan karya lainnya dari hasil mengalih wujud. Adapun pembatasan hak cipta diatur dalam Pasal 13 sampai Pasal 25 undang-undang pelanggaran hak cipta, seperti pengumuman atau memperbanyak lambnag negara dan juga penyiar radio, televisi dan surat kabar.
Pada undang-undang hak cipta Pasal 11 ayat (1) melindungi hak cipta dalam bentuk ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang meliputi fotografi hal ini berhubungan dengan beberapa hal, bahwa karya foto graft dilindungi oleh undang-undang hak cipta dan ada yang difoto. Hal ini dijabarkan dalam Pasal 18 Undang-undang hak cipta bahwa
pemegang hak cipta atas potret seseorang untuk memperbanyak atau memgumumkan ciptaanya, harus terlebih dahulu mendapat izi dari orang yang dipotret meninggal dunia harus mendapat izin dari ahli warisnya.
Sedangkan ciptaan yang lahir dalam hubungan dinas, pemegang hak ciptanya adalah pemberi kerja, kecuali ada perjanjian lain. Selain hak cipta yang dijabarkan diatas yang dilindungi oleh undang-undang hal ini berkaitan dengan hak cipta (neighboring ringht). Hal ini dijelaskan dalam Pasal 43 c Undang-undang No.19 Tahun 2002 tentang hak cipta yakni; pelaku memiliki hak khusus untuk memberi izin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuan membuat memperbanyak dan menyiarkan reb. Produser rekaman suara orang. Lembaga penyiaran memiliki hak khusus untuk memberi izin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak dan menyiarkan ulang karya siarannya melalui transmisi dengan atau tanpa kabel atau melalui sistem elektromagnetik lainnya.
Pengaturan bagi hak-hak yang berkaitan dengan hak cipta atau yang dikenal dengan sebagai neighboring rights, pemilik hak-hak tersebut meliputi pelaku yang menghasilkan karya pertunjukan, produser rekaman suara yang mengahsilkan karya rekaman suara dan lembaga penyiaran yang mengahasilkan karya siaran. Selain ketentuan mengenai isi hak ditemukan pula dalam jangka waktu perlindungan, diantaranya seperti Pasal 43 d undang-undang No 19 Tahun 2002 tentang hak cipta diantaranya adalah :
1. Jangka waktu perlindungan bagi :
a. pelaku yang menghasilkan karya pertunjukan berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak karya tersebut diwujudkan atau dipertunjukan.
b. Produser rekaman suara yang mengahasilkan karya rekaman suara berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak karya tersebut direkam.
c. Lembaga penyiaran yang menghasilkan karya siaran berlaku 20 (dua puluh) tahun sejak karya siaran tersebut pertama kali disiarkan.
2. Penghitungan jangka waktu pelindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sejak 1 januari tahun berikutnya.


Pidana hak cipta dalam pengamanan sanksi terhadap pelanggaran hak-hak ini disamakan dengan sanksi pelanggaran hak cipta , hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa kemungkinan adanya kerugian ekonomis dan kerugian yang timbul karena pelanggaran terhadap hak-hak ini pada dasarnya sama dengan kerugian pada pelanggaran hak cipta.
Sebagai dasar hukum hak cipta atau pengaturan hak cipta di Indonesia meliputi:
1. Undang-undang No.6 Tahun 1982 tentang hak cipta.
2. Undang-undang No.7 Tahun 1987 tentang perubahan atas Undang-undang No.6 Tahun 1982 tentang hak cipta.
3. Undang-undang No.12 Tahun 1997 tentang perubahan atas Undang-undang No.6 Tahun 1982 tentang hak cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 7 Tahun 1987.
4. Undang-undang No.19 Tahun 2002 tentang perubahan atas Undang-undang No.12 Tahun 1997 tentang hak cipta.
5. Undang –undang No. 7 Tahun 1994 tentang pengesahan Agreement Establishing the world trade organisation (Pembentukan Organisasi Perdangangan Dunia).
6. Lembaran Negara Republik Indonesia No.57 Tahun 1994 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2564.
7. Lemabaran Negara Republik Indonesia No.85 Tahun 2002 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4220
8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.14 Tahun 1986 tentang Dewan hak cipta
9. Peraturan pemerintah Repulik Indonesia No. 1 Tahun 1989 tentang peterjemahan dan ataupun perbanyak ciptaan untuk kepentingan pendidikan ilmu pengetahuan, penelitian dan pengembagan.
10. Peraturan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.01 HC. 03. 01 Tahun 1987 tentang pendaftaran ciptaan.
11. Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M. 04.PW. 07. 03. Tahun 1988 tentang penyidik hak cipta.
12. Keputusan Presiden No. 18 Tahun 1997 dan World Intelectual Property Organization Copy Rihgt Treaty (Perjanjian hak cipta WIPO), selanjutnya disebut WTC, melalui Keputusan Presiden No 19 Tahun 1997.
Pendaftran hak cipta diatas dalam Pasal 29 dan Psal 38 Undang-undang No.12 Tahun 1997 tentang hak cipta, dalam hal pendaftaran ciptaan dalam ketentuan umum bahwa ciptaan dan pengumuman resmi tentang pendaftaran itu. Pendaftaran hak cipta apada daftar umum ciptaan tidak mengadung arti sebagai pengesahan atas ini, atau arti dari ciptaan yang didaftarkan, yaitu tiada lain bahwa Departemen Kehakiman tidak menilai atau arti dari ciptaan itu.

2.2 Perumusan Masalah
Dalam makalah ini penulis mengambarkan permasalahan dari seputar pelanggaran pidana hak cipta. Pidana Pasal 72 Undang-undang No.19 Tahun 2002 tentang hak cipta antara lain:
1. Barang siapa denga sengaja dan tanpa hak melakuakan perbuatan sebagai mana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 Ayat (1) dan Ayat (2) di pidana penjara masing-masing paling singkat 1 bulan atau denda paling sedikit Rp.1.000.000, (satu juta rupiah) atau pidana penjara paling lama 7 Tahun dan denda paling banyak Rp.5.000.000, (lima juta rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hakcipta atau hak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp.500.000.000, (lima ratus juta rupiah).
3. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer di pidana dengan pidana pejara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp.500.000.000, (lima ratus juta rupiah).
BAB II

PEMBAHASAN

Peranan penegak hukum penaggulangan pembajakan hak cipta dalam bentuk kaset atau rekaman CD berkaitan dengan perlindungan hak atas kekayaan intelektual di wilayah hukum Poltabes padang, hak milik atas kekayaan intelektual (HAKI) pada hakekatnya merupakan suatu hak dengan karakteristik khusus dan istimewa, karena hak tersebut diberikan oleh negara berdasarkan Undang-undang memberikan hak khusus tersebut kepada yang berhak, sesuai dengan prosedur dan syarat-syarat yang harus dipenuhi.
Berdasarkan kasus yang penulis buat dapat di Poltabes Padang dan Pengadilan Negeri Padang tentang pelanggaran hak cipta antara lain kaset rekaman atau CD dengan nomor perkara 147/PID.B/2001.PN.Padang perihal dalam BAP bahwa terdakwa Mardisan telah tertangkap dan ditahan selama 3 (tiga) hari beserta barang bukti berupa 1 (satu) buah Tape merek Technik 100 (seratus) kaset rekaman atau CD atau tanpa PPn dan 33 (tiga puluh tiga) buah kaset rekaman CD yang telah disita Polri, sebagaimana yang dimaksud dengan Pasal 184 (1) KUHAP. Penangkapan berawal dari masuk seorang Polri mengambil kaset rekaman CD tersebut ke dalam gudang dan beserta Tape Deck dan tersangka telah terbukti melakukan pelanggaran hukum pidana hak cipta, pada tingkat penyidikan Polri dan Undang-undang hak cipta.
Sedang dalam pemerikasaan sebagai dakwaan Jaksa Penuntut Umum baik primer maupun subsidar telah terbukti di persidangan atas dasar yaitu telah melanggar dakwaan primer Pasal 44 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP dan dakwaan subsider Undang-undang No.12 Tahun 1997 tentang hak cipta, karena jaksa sebagai penuntut umum telah membuktikan bahwa terdakwa telah terbukti melakukan perbuatan melawan hukum adalah pidana hak cipta dan telah membuktikan dari pasal yang didakwakan kepada terdakwa Mardisan.


2.1 Bentuk Pelaksanaan Penanggulangan Pembajakan Hak Cipta dari Penegak Hukum
Pembajakan hak cipta adalah perbuatan yang bertentangan dengan ini yaitu hak pencipta atau pemegang, hak yang sah menurut hukum. Ada kerugian dari pihak lain, karena itu jika peristiwa itu dikaitkan dengan Arrest 1919, maka tindakan pembajakan terhadap hak cipta memenuhi kriteria untuk dapat digolongkan kedalam perbuatan melawan hukum. Sebagimana telah dirumuskan oleh Arrest. Dalam undang-undang No.19 Tahun 2002 disebutkan kata-kata pembajakan hak cipta yang dipakai adalah untuk menyebutkan peristiwa pelanggaran hak cipta, pembajakan ini secara umum oleh masyarakat Indonesia, khususnya atau diwilayah Poltabes Padang diterima secara umum.
Perbuatan pembajakan suatu perbuatan melawan hukum yaitu secara ilegal mengambil kerugian keuntugan dari seseorang lain, dan orang tersebut menderita kerugian. Barangkali karena alasan inilah kenapa pada akhirnya istilah pembajakan iti dipakai untuk menyebut peristiwa pelanggaran hak cipta. Pembajakan kaset rekaman seperti CD diwilayah hukum Poltabes Padang pihak Polri telah melakukan mengambil tindakan secara hukum, namun hal ini masyarakat belum menyadari tentang keberadaan hukum dari undang-undang tersebut, hal ini tidak dapat dipungkiri bahwa dalam prakteknya masih sering terjadi pelanggaran terhadap ketentuan hukum pidana hak cipta.
Ketidakpedulian mereka sipembajak kaset rekaman atau CD bajakan ini membuat masyarakat kota Padang ini tidak memperdulikan tentang kerugian yang telah dilakukan oleh si pembajak CD. Pelanggaran tindak pidana hak cipta tidak lai mambuat para pelaku jera dari jeratan hukum. Pembuatan kaset bajakan tersebur di Kota Padang ini apabila dilihat dari hasil rekaman yang dijual oleh pedagang kaki lima di Pasar Raya Padang, dari hasil bajakan tersebut hampir sama atau mirip dengan yang aslinya, dan harga jualnya lebih murah dibandingkan dengan yang aslinya dan yang bisa juga membedakan orang yang ahli melihat mana yang palsu dan mana yang aslinya hal ini perlu aparat yang dapat memantau produksi bajakan tersebut.
Pelaksanaan pemberantasan tindak pidana pembajakan kaset CD di perlukan kerjasama yang akurat antara, pemerintah atau instansi yang berwenang dengan asosiasi-sosiasi yang bergerak dibidang karya cipta, Ikatan Penerbitan Indonesia (IKAPI) Melakukan operasi-operasi di lapangan seperti dipasar-pasar penjualan kaset rekaman pada pedangang di pasar raya Padang untuk memantau perlu keahlian dalam mengungkap para pelaku pembajakan kaset rekaman ini, diantara kasus-kasus yang dilakukan oleh penyidik dalam mendeteksi keadaan atau perkembangan pembajakan hak cipta, kaset rekaman tersebut sering kali di beking oleh pihak-pihak penegak hukum seperti TNI, Polri dan Penjabat lainnya.
Suatu hal yang menjadi pekerjaan yang luar biasa bagi penegak hukum, khususnya hak cipta tentang pembajakan kaset rekaman tidak perlu ada aba-aba peringatan atau pemberitahuan terlebih dahulu seharusnya akan adanya upaya penindakan agar pelaku pembajakan dapat diakhiri atau ditangkap. Apabila ada dilakukan terlebih dahulu akan membuat para pelaku waspada tentang pengakapannya dan sekiranya barang hasil bajakan dapat diselamatkan atau menghilangkan barang bukti atau juga bisa pelaku melarikan ketempat lain. Aparat penegak hukum (Polri) dalam melaksanakan tugasnya untuk mencari barang bukti sebenarnya sangat banyak sekali tetapi produsen pembajak sangat sukar sekali dijadikan tersangka kasus pelanggaran hak cipta, sebab tugas dan wewenang tersebut semestinya jangan tanggung-tanggung, hendaknya sistim yang harus dicapai adalah jaringan seperti televisi untuk memberikan tanda bahaya kepada mereka tentang datangnya petugas penegak hukum. Terhadap sistim tersebut wawasan kekayaan mereka dapat dipantau dimana diduga adanya perbuatan tindak pidana hak cipta, dan petugas dari penegak hukum jarang menemukan peraltan-peraltan yang sedang berjalan dalam produksi-produksi barang-barang terlarang. Dengan demikian dalam pengakuan undang-undang No.19 Tahun 2002 tentang hak cipta maka diharapkan peran aktif pihak penyidik dalam melakukan razia-razia terhadap pembajakan hak cipta seperti kaset CD agar supaya hak atas kekayaan intelektual mendapat perlindungan yang memadai.


2.2 Hambatan yang Dihadapi oleh Penegak Hukum dalam Pemberantasan Penbajakan Pelanggaran Hak Cipta.
Hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaa pelanggaran hak cipta seperti kaset rekaman diwilayah hukum Poltabes Padang, perbuatan pembajak hak cipta seperti kaset rekaman CD biasanya baru diketahui setelah berjalan cukup lama dengan kata lain pembajak telah menikmati keuntungan yang besar dari bajakannya, hal ini memungkinkan pembajak berpindah-pindah tempat.
Keadaan semacam ini dapat menyulitkan penyidik dalam menangkap pelaku tersebut sampai tuntas, dilain pihak pencipta yang mengetahui adanya suatu penggadaan atau plagiat dari kaset rekaman CD yang dibuatnya. Karena pencipta yang dapat mengetahui ciri-ciri ataupun tanda khusus kaset rekaman tersebut dan juga penegak hukum masih dapat mengatakan hambatan yang ditemui dalam penyidikan antara lain adalah setiap hasil penyelidikan pihak produser tidak penah merasa kehilangan dan merasa dirugikan dan juga tidak pernah pencipta melaporkan kepihak yang berwajib (Polri) dan siapa yang dijadikan tersangka.
Hambatan tersebut juga ditemui disuatu penyidikan seperti setelah dilakukan penyidikan oleh pihak Polri, pihak Kejaksaan atau Penuntut Umum selalu meminta saksi ahli kepada Polri Poltabes Padang. Apabila ini dilakukan akan mengeluarkan biaya yang cukup besar dan biaya tersebut sering menjadi kendala untuk mendatangkan saksi ahli atau dilibatkan saksi ahli dalam laporan P21 kepihak penuntut umum.
Sedang kasus pembajakan kaset CD ini yang dilakukan para pelaku pembajakan dengan beraninya terus menerus melakukan produksi pembajakan karena pihak penegak hukum belum serius untuk memberantasnya kenapam demikian terjadi, karena di lain pihak konsumen dengan giatnya melakukan mencari kaset hasil bajakan tersebut. Pihak konsumen selalu mencari harga kaset yang murah kalau dibandingkan dengan kaset yang aslinya dan kendala tersebut dapat dilihat :
1. Hasil penyidikan pencipta atau pihak yang berhak atas suatu ciptaan masih dirasakan kurang dalam hal memberikan keterangan laporan atau informasi yang sangat diperlukan dari pencipta atas penyelesaian terhadap adanya tindak pidana hak cipta.
2. Ciptaan yang paling mengetahui apakah karya ciptaannya ini sah atau bajakan pihak konsumen atau masayarakat tingkat kesadaran hukumnya masih rendah, karena mereka lebih suka membeli atau menyewa kaset rekaman bajakan.
3. Masih kurangnya upaya peningkatan dan pemahaman kepada masyarakat terhadap tindak pidana hak cipta, yang dilakukan oleh penegak hukum dalam hal memberikan penyuluhan atau bimbingan tentang pemberantasan pembajakan.
4. Masih kurangnya kerjasama pemerintah atau instansi yang berwenang dengan asosiasi yang begerak di bidang karya cipta seperti; IKPI, ASIRI, KADIN.
5. Dalam penyidikan kasus pembajakan penyidik dalam melakukan pemberantasan tindak pidana hak cipta terkendala dengan masalah pembuktian, para pembajak sering menghilangkan barang bukti serta semakin canggihnya alat yang digunakan untuk membajak suatu karya cipta, membuat penyidik cukup kesulitan untuk membuktikan pelanggaran hak cipta tersebut.
Faktor penyebabnya dapat dilihat dari penghasilan dari memproduksi kaset dengan harga murah dan dapat keuntungan yang sebesar-besarnya dengan pekerjaan yang sanngat mudah sekali untuk mencari keuntungan. Atas kurang kepedulian pemerintah an penjabat yang terkait tentang terjadi pembajakan kaset rekaman diwilayah hukum Poltabes Padang, ada juga kaset tersebut didatangkan di luar kota Padang tetapi pihak pemerintah yang terkait tidak dapat berbuat banyak tentang kaset-kaset bajakan tersebut, selalu dapat diselesaikan dengan ruang atau masih dapat diperlakukan dengan cara kompensasi dengan sistem korupsi atau disebut juga KKN. Jadi untuk menghilangkan imeg demikian atau penanggulangan pembajakan kaset rekaman dengan pemberantasannya harus dimulai dahulu dari pihak penjabatnya dan juga dari pihak penegak hukum seperti, TNI sebagai peindung pembajakan, Penyidik Pengawai Negeri Sipil (PPNS), Polri, Penuntut Umum (Jaksa), Pengadilan Negeri (Hakim).


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pelaksanaa penanggulangan pembajakan hak cipta dalam bentuk kaset rekaman atau CD berkaitan dengan perlindungan hak cipta atas kekayaan intelektual di wilayah hukum Poltabes Padang adalah dengan cara melakukan operasi seperti razia-razia ditempat-tempat yang diduga kuat telah melakukan pembajakan hak cipta, hal ini dilakukan untuk mengatasi jika terjadi pelanggaran yang disengaja dan tanpa hak memperbanyak suatu ciptaan dan dengan sengaja menjual kepada umum atau masyarakat dan telah melanggar ketentuan Pasal 72 ayat (1) Undang-undang No. 19 Tahun 2002 tentang hak cipta dan dapat diberikan sanksi berbentuk pidana penjara ataupun benda.
Hambatan yang ditemui dalam pelaksanaan penanggulangan pembajakan hak cipta dalam bentuk kaset rekaman CD di wilayah hukum Poltabes Padang adalah kurangnya laporan dari pihak yang berhak atas suatu ciptaan kepada pihak penyidik di Poltabes Padang. Pihak konsumen atau masyarakat tingkat kesadaran hukumnya masih rendah karena lebih suka membeli yang bajakan. Kerja sama antara penegak hukum dengan instansi pemerintah terkait minim sekali.


3.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas disarankan sebagai berikut :
1. Ketentuan Undang-undang hak cipta dapat berjalan secara efektif dan efisien diharapkan kepada pemerintah dan instansi terkait untuk dapat memberikan pengertian dan berupa penyuluhan kepada masyarakat sehingga kepentingan dan hak dari pencipta dapat terlindungi dengan baik.
1. Diharapkan agar penjabat pemerintah membentuk wadah tunggal dalam pelaksanaan koordinasi baik di dari sudut pandang pandang penyelesaian kasus tindak pidana hak cipta ini, harus mempunyai keterpaduan untuk dapat ditanggulangi secara pasti, baik penjabat pemerintah, penegak hukum Polri, Kejaksaan, PPNS, Pengadilan Negeri dan masyarakat mengenai pemberantasan pembajakan hak cipta.
2. faktor kesadaran hukum masyarakat merupakan utama sekali dalam mekanisme untuk memberantas pembajakan hak cipta karena kedudukan sebagai objek hukum sekaligus subjek itu sendiri.


DAFTAR PUSTAKA


Anwar Chairul, 1999. Pelanggaran Hak Cipta dan Perundang-Undangan Hak Cipta Noviando Pustaka Mandiri, Cetakan Pertama, Jakarta.
Hamzah Andi, 1994. Azas-Azas Hukum Pidana, Rineka. Cipta, Jakarta.
Harjowidigdo Rooeseno, 1994. Mengenai Hak Cipta Indonesia, Pustaka Sinar Harapan Cetakan Kedua, Jakarta.
Marpaung Leden, 1995. Tindak Pidana Hak Atas Kekayaan Intelektual, Sinar Grafika, Jakarta.
Supramono Gatot, 1989. Masalah Penagkapan dan Penahanan Dalam Tingkat Penyidikan Tindak Pidana Hak Cipta, Pustaka. Kartini, Jakarta.
Simorangkir J,C,T. 1982. Undang-Undang Hak Cipta 1982 ,Djambatan, Jakarta.
Sanusi Bintang, 1998. Hukum Hak Cipta, Citra Aditya Bakhti, Bandung.
Sembiring Sentosa, 2002. Prosedur dan Tata Cara Memperoleh Hak Kekayaan Intelektual di Bidang Hak Cipta, Paten, Merek, Yrama Wijaya, Bandung.
Parnomo Widyo, 1992. Tindak Pidana Hak Cipta, Analisis dan Penyelesaiannya, Sinar Grafika, Jakarta.
Wantjik Saleh K. 1994. Undang-Undang Hak Cipta, Paten, dan Merek, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta, Tatanusa, Cetakan Pertama, Jakarta.

Tidak ada komentar: